Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Pilu, Malu, Sakit Hati, Menjadi Lilitan Hutang

Rejang Lebong – Pilu, malu, sakit hati dan emosi. Begitulah yang dirasakan oleh Rusmin, warga Desa Belumai 1, Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT), Kabupaten Rejang Lebong.

Setahun lalu, bersama istri mendapatkan kabar gembira, bantuan bedah rumah dari Pemerintah. Kabar gembira ini menjadi tumpuan harapan, memiliki hunian yang layak untuk keluarga.

Tanpa bantuan itu, Rusmin merasa tidak mampu memperbaiki rumahnya. Kendatipun Santi istrinya, turut membantu mencari nafkah. Penghasilan mereka sebagai buruh tani hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Seiring berjalannya waktu, angin surga berbalik arah menjadi kenyataan pahit. Bantuan bedah rumah, seolah hanya mimpi disiang bolong, janji manis tumpukkan batu bata dan besi menjadi saksi duka yang dialami Rusmin dan keluarga.

Dengan mata sendu, Rusmin berkata selama musim hujan awal bulan ini, dia pernah hampir tak tidur semalaman. Dia tidak berani memejamkan mata karena gubuk reotnya diguyur hujan deras dan angin.

Suara kayu dan tembok yang sudah miring itu membuatnya ketakutan. Khawatir akan keselamatan istri dan anak, ia pun memilih untuk bertahan menghadapi terpaan ini.

“Rumah sudah dirobohkan, hanya beralaskan tanah dan kayu rapuh menahan dinginnya malam. Dengan segala keterbatasan, merasakan sakit, perih, terpukul dan terhina,” lirihnya, Rabu (3/9/2025).

Langkah berbeda dilakukan Rudi Hartono. Ayah dua anak ini, memilih jalan lain demi menyelamatkan keluarga. Program bedah rumah yang menjadi harapan, kini menjelma menjadi tagihan hutang.

Seolah tidak ada kepastian, pria penyadap karet ini, memaksa tenaga dan memeras keringat untuk memilih melanjutkan bangunan tempat tinggalnya.

Bermodal keyakinan dan tangisan anak, dan tak ingin hal buruk menimpa keluarganya, dia bersama istrinya mengumpulkan sisa-sisa bangunan rumah yang dulu ia dibongkar.

“Kami tidur disebelah bangunan bedah rumah, berdinding papan dan bambu untuk melelapkan tidur anak tercinta yang masih kecil dan balita. Derita ini dua bulanan lamanya kami tempuh,” ungkap Rudi.

Setelah tak kuasa tinggal dihunian yang tak layak, Rudi nekat meminjam uang kepada tetangga. Dengan harapan bedah rumah akan cair sebagai pembayaran.

“Saya teruskan sendiri membangun rumah mangkrak ini dengan biaya dari hutang. Hingga saat ini sebanyak 10 juta belum terbayarkan, menjalani hidup dengan menanggung malu, sedangkan uang bedah rumah seperserpun belum cair,” ujarnya dengan suara bergetar.

Disisi lain, Wawan Sopian Kadus Desa Belumai 1 mengutarakan akan melakukan langkah tegas.

“Jika dalam waktu 10 hari belum ada kabar yang jelas mengenai bedah rumah mangkrak dan belum dibayarkan Pemda, maka bersama-sama warga yang senasib akan mendatangi kantor Pemerintah,” tutupnya.-*

Penulis : Surya Adewijaya

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *